“Cinta itu tak ubahnya seperti kabut. Ia bisa dipandang
tetapi tidak mudah menyentuhnya. Ia hanya bisa ditempakan di tempat bening yang
ditutup rapat dan wadah itu adalah sebuah hati yang jernih. Sebuah hati yang
jauh dari prasangka. Sebuah hati yang bisa mengerti keadaan dan suasana.”
Cinta, hadir pada waktu dan ruang yang tak pernah kita kira
sebelumnya. Cinta hadir pada orang yang tak terduga. Sulit melupakan, apalagi
merelakan kepergiannya.
“Percayalah, Allah telah menggariskan pertemuan kita. Dan
kita yakin, kehadiran hari-hari di depan akan meletakan kita pada suasana yang
lebih baik. Bilamana saatnya tiba kelak, kau dan aku akan bertemu kembali.
Biarlah esok kita mempersiapkan diri kita masing-masing menyambut kehadiran
sebuah hari yang kita nantikan.”
Kehadiran Halimah, mahasiswa dari salah satu universitas di
Yogyakarta, di desa terpencil dan terojok jauh dari peradaban, membuat mereka
bertemu. Salman dan Halimah. Berasal dari latar belakang yang berbeda, membuat
gejolak di kehidupan mereka. Salman, seorang yatim piatu yang tumbuh dengan
orang tua asuh. Dia beranjak dewasa menjadi nelayan di desa kecil yang hidup
dengan mitos-mitos turun menurun. Sedangkan Halimah, gadis kelahiran Kalimantan
yang berasal dari keluarga yang berada.
Sebenarnya nggak bisa menerka-nerka ending ceritanya.
Terputus, menggantung. Aku nggak tahu apakah penulis sengaja buat pembaca
penasaran atau buku ini masih ada lanjutanya. Buku ini bagus sih, hanya aja
bahasanya rada berat. Banyak kata-kata manis yang bisa disimpan dalam hati :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar