Konferensi UN-Habitat merupakan
agenda 20 tahun-an PPB di bidang permukiman yang fokus membahas fenomena
urbanisasi dan isu perkotaan lainnya. Saat ini, PBB mempersiapkan
penyelenggaraan Konferensi Habitat III di Quito, Ecuator pada tanggal 17-20
Oktober 2016. Tujuannya untuk kembali membangun komitmen dunia dalam megelola
urbanisasi yang berkelanjutan serta merumuskan dan mengimplementasikan aksi
global pembangunan perkotaan berkelanjutan yang dikenal dengan Agenda Baru
Perkotaan (New Urban Agenda).
Terdapat enam tema utama untuk
perumusan New Urban Agenda(NUA),
antara lain Social Cohesion and
Equity-Livable Cities, Spatial Deevelopment, Urban Frameworks, Urban Economy, dan
Urban Housing and Basic Services. Keenam
tema dibagi menjadi 22 issues papers dan
10 policy units sebagai acuan
pembahasan para stakeholder
pembangunan perkotaan dari negara peserta UN-Habitat guna merumuskan NUA.
Selain itu, pada tanggal 6 Mei 2016, PBB telah mempublikasi zero draft NUA
dengan tida prinsip utama yaitu no one
left behind, prosperity and opportunity for all, dan urban ecology and environtment.
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai institusi penting dalam penyelenggaraan
permukiman dan perkotaan telah melaksanakan diskusi dan pembahasan bersama
pakar praktisi perkotaan selama periode April-Mei 2016. Tujuannya merumuskan
masukan yang relevan dengan kondisi perkotaan Indonesia terhadap keenam tema
NUA. Terkait dengan hal itu, Direktorat Pengembangan Permukiman, Dirjen Cipta
Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai koordinator
penyelenggaraan PrepCom3 menyelenggarakan Stakeholders
Discussion Inclusive Cities & Focus Group Discussion (FGD) Pengiat
Permukiman dalam rangka penjaringan masukan terhadap Konsep Agenda Baru
Perkotaan dan Percepatan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh.
Stakeholders Discussion “Inclusive Cities” diselenggarakan pada tanggal 17 Mei
2016 di Yogyakarta. Kegiatan ini turut mengundang stakeholders dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi.
Sementara Focus Group Discussion (FGD)
Pengiat Permukimandiselenggarakan pada tanggal 23-24Mei 2016 di Solo. Kegiatan
ini yang diikuti oleh 65 pengiat permukiman yang terdiri dari pemuda, difabel
(penyandang cacat), perempuan, baik yang tergabung dalam kelompok city changer, duta sanitasi, youth program, delegasi APUFY, kelompok
swadaya masyarakat, swasta, dan lainnya.
Mahasiswa Departemen Geografi
Pembangunan yang mengikuti kegiatan ini yaitu Ulfatun Ni’mah, mahasiswa
angkatan 2012. Selain itu, turut serta pada kegiatan ini yaitu Dr. Rini
Rachmawati, S.Si, M.T., Dosen Departemen Geografi Pembangunan. Beberapa alumni
dari Departemen Geografi Pembangunan yang mengikuti kegiatan ini antara lain Diana
Febrita, S.Si. dan Rose Fatmadewi, S.Si. Disamping itu ikut serta beberapa
alumni yang terlibat dalam kepanitiaan yaitu Malindo Andhi Saputra, S.Si. dan
Sri Ulina, S.Si.
Dr. Rini Rachmawati, S.Si, M.T., Dosen
Departement Geografi Pembangunan sebagai moderator pembahasan Inclusive City
menyampaikan butir-butir rangkuman diskusi stakeholder, yaitu: 1) Indonesia
harus menyiapkan diri untuk berkontribusi dalam Agenda Baru Perkotaan,
masing-masing kota dapat berperan dengan capaian best practices, 2) Perlunya
memperhatikan aspek sosial dalam membangun kota inklusif, 3) Untuk mendukung
kota inklusif pembangunan perkotaan perlu memparhatikan kepada kelompok
inklusif (penduduk miskin, anak, lansia, perempuan dan diffable, Pembangunan
kota perlu terdukung regulasi-regulasi produk rencana, 4) Peran dari komunitas
muda dalam pembangunan perkotaan perlu diintensifkan sebagai kelompok yang
dapat berkontribusi dan berpartisiapasi dalam pembangunan.
Sementara itu Diana Febrita, S.Si.
dalam presentasinya di pembahasan tentang Social
Cohesion and Equity-Livable Cities menyampaikan rangkuman diskusi, yaitu:
1) Social Cohesion bukan hal baru di
Indonesia, misalnya rukun warga dan rukun tetangga yang telah lama dikenal oleh
masyarakat di Indonesia, 2) No one left
behind dalam mewujudkan Equity-Livable
Cities berarti bahwa seluruh masyarakat harus terlibat dalam perencanaan
kota, baik difabel (penyandang cacat), perempuan, lansia, anak-anak dan pemuda.
Perencanaan semestinya tidak hanya bersifat top-down, tetapi bottom-up
(perencanaan partisipatif), 3) Penyediaan panti jompo sebagai tempat tinggal
lansia yang telah diterapkan di beberapa negara, misalnya Jepang, kurang sesuai
dengan budaya di Indonesia. Anak yang menempatkan orang tuanya pada panti jompo
akan dianggap tidak berbakti. Oleh karena itu, fasilitas untuk lansia sudah saatnya
untuk direncanakan. Misalnya penyediaan taman lansia sebagai tempat hiburan dan
berkumpul sesama lansia sehingga mereka dapat memiliki aktivitas dan komunitas
selama anak-anaknya bekerja.
Diharapkan kedepan mahasiswa, dosen,
dan alumni dari Departemen Geografi Pembangunan Fakultas Geografi dapat lebih
aktif dan berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan tersebut di atas.
Naskah & Foto disusun oleh:
Diana Febrita & Rini Rachmawati