Sabtu, 11 Juni 2016

MAHASISWA, DOSEN, DAN ALUMNI DEPARTEMEN GEOGRAFI PEMBANGUNAN MENGIKUTI STAKEHOLDERS DISCUSSION "INCLUSIVE CITIES" DAN FOCUS GROUP DISCUSSION "PENGGIAT PERMUKIMAN" KEMENTERIAN PUPR


Konferensi UN-Habitat merupakan agenda 20 tahun-an PPB di bidang permukiman yang fokus membahas fenomena urbanisasi dan isu perkotaan lainnya. Saat ini, PBB mempersiapkan penyelenggaraan Konferensi Habitat III di Quito, Ecuator pada tanggal 17-20 Oktober 2016. Tujuannya untuk kembali membangun komitmen dunia dalam megelola urbanisasi yang berkelanjutan serta merumuskan dan mengimplementasikan aksi global pembangunan perkotaan berkelanjutan yang dikenal dengan Agenda Baru Perkotaan (New Urban Agenda).

Terdapat enam tema utama untuk perumusan New Urban Agenda(NUA), antara lain Social Cohesion and Equity-Livable Cities, Spatial Deevelopment, Urban Frameworks, Urban Economy, dan Urban Housing and Basic Services. Keenam tema dibagi menjadi 22 issues papers dan 10 policy units sebagai acuan pembahasan para stakeholder pembangunan perkotaan dari negara peserta UN-Habitat guna merumuskan NUA. Selain itu, pada tanggal 6 Mei 2016, PBB telah mempublikasi zero draft NUA dengan tida prinsip utama yaitu no one left behind, prosperity and opportunity for all, dan urban ecology and environtment.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai institusi penting dalam penyelenggaraan permukiman dan perkotaan telah melaksanakan diskusi dan pembahasan bersama pakar praktisi perkotaan selama periode April-Mei 2016. Tujuannya merumuskan masukan yang relevan dengan kondisi perkotaan Indonesia terhadap keenam tema NUA. Terkait dengan hal itu, Direktorat Pengembangan Permukiman, Dirjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai koordinator penyelenggaraan PrepCom3 menyelenggarakan Stakeholders Discussion Inclusive Cities & Focus Group Discussion (FGD) Pengiat Permukiman dalam rangka penjaringan masukan terhadap Konsep Agenda Baru Perkotaan dan Percepatan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh.

Stakeholders Discussion “Inclusive Cities” diselenggarakan pada tanggal 17 Mei 2016 di Yogyakarta. Kegiatan ini turut mengundang stakeholders dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi. Sementara Focus Group Discussion (FGD) Pengiat Permukimandiselenggarakan pada tanggal 23-24Mei 2016 di Solo. Kegiatan ini yang diikuti oleh 65 pengiat permukiman yang terdiri dari pemuda, difabel (penyandang cacat), perempuan, baik yang tergabung dalam kelompok city changer, duta sanitasi, youth program, delegasi APUFY, kelompok swadaya masyarakat, swasta, dan lainnya.

Mahasiswa Departemen Geografi Pembangunan yang mengikuti kegiatan ini yaitu Ulfatun Ni’mah, mahasiswa angkatan 2012. Selain itu, turut serta pada kegiatan ini yaitu Dr. Rini Rachmawati, S.Si, M.T., Dosen Departemen Geografi Pembangunan. Beberapa alumni dari Departemen Geografi Pembangunan yang mengikuti kegiatan ini antara lain Diana Febrita, S.Si. dan Rose Fatmadewi, S.Si. Disamping itu ikut serta beberapa alumni yang terlibat dalam kepanitiaan yaitu Malindo Andhi Saputra, S.Si. dan Sri Ulina, S.Si.

Dr. Rini Rachmawati, S.Si, M.T., Dosen Departement Geografi Pembangunan sebagai moderator pembahasan Inclusive City menyampaikan butir-butir rangkuman diskusi stakeholder, yaitu: 1) Indonesia harus menyiapkan diri untuk berkontribusi dalam Agenda Baru Perkotaan, masing-masing kota dapat berperan dengan capaian best practices, 2) Perlunya memperhatikan aspek sosial dalam membangun kota inklusif, 3) Untuk mendukung kota inklusif pembangunan perkotaan perlu memparhatikan kepada kelompok inklusif (penduduk miskin, anak, lansia, perempuan dan diffable, Pembangunan kota perlu terdukung regulasi-regulasi produk rencana, 4) Peran dari komunitas muda dalam pembangunan perkotaan perlu diintensifkan sebagai kelompok yang dapat berkontribusi dan berpartisiapasi dalam pembangunan.

Sementara itu Diana Febrita, S.Si. dalam presentasinya di pembahasan tentang Social Cohesion and Equity-Livable Cities menyampaikan rangkuman diskusi, yaitu: 1) Social Cohesion bukan hal baru di Indonesia, misalnya rukun warga dan rukun tetangga yang telah lama dikenal oleh masyarakat di Indonesia, 2) No one left behind dalam mewujudkan Equity-Livable Cities berarti bahwa seluruh masyarakat harus terlibat dalam perencanaan kota, baik difabel (penyandang cacat), perempuan, lansia, anak-anak dan pemuda. Perencanaan semestinya tidak hanya bersifat top-down, tetapi bottom-up (perencanaan partisipatif), 3) Penyediaan panti jompo sebagai tempat tinggal lansia yang telah diterapkan di beberapa negara, misalnya Jepang, kurang sesuai dengan budaya di Indonesia. Anak yang menempatkan orang tuanya pada panti jompo akan dianggap tidak berbakti. Oleh karena itu, fasilitas untuk lansia sudah saatnya untuk direncanakan. Misalnya penyediaan taman lansia sebagai tempat hiburan dan berkumpul sesama lansia sehingga mereka dapat memiliki aktivitas dan komunitas selama anak-anaknya bekerja. 

Diharapkan kedepan mahasiswa, dosen, dan alumni dari Departemen Geografi Pembangunan Fakultas Geografi dapat lebih aktif dan berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan tersebut di atas. 

Naskah & Foto disusun oleh:
Diana Febrita & Rini Rachmawati